Jangan Sampai Salah Penanganan, Ini Beda Maag dan GERD

Jakarta, CNN Indonesia —

Saat mengalami Sebanyaknya gejala, orang mengira itu merupakan maag. Padahal sesungguhnya Pernah terjadi mengarah pada GERD. Sebaiknya kenali beda maag dan GERD Supaya bisa tepat penanganannya. 

Keluhan nyeri ulu hati, perut terasa penuh, Sampai sekarang sensasi terbakar di dada sering kali dianggap sebagai gejala maag. Padahal, menurut para ahli, keluhan ini Bahkan bisa menjadi tanda dari GERD atau gastroesophageal reflux disease. 

Keduanya sering disalah artikan sebagai satu penyakit yang sama, padahal Dalang dan penanganannya berbeda.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam di Rumah Sakit Pondok Indah – Puri Indah, Imelda Maria Loho menjelaskan bahwa maag atau yang dikenal dalam istilah medis sebagai dispepsia merupakan sekumpulan gejala gangguan pencernaan yang terjadi di saluran cerna bagian atas. 

Gejala yang sering muncul antara lain nyeri atau panas di ulu hati, mual, muntah, perut terasa penuh, serta Murah kenyang meski makan hanya sedikit.

“Maag ini umumnya disebabkan oleh iritasi di lambung karena pola makan yang tidak teratur, stres berlebihan, atau konsumsi makanan dan minuman tertentu seperti yang terlalu pedas, asam, dan berlemak,” kata Ia saat acara temu media RSPI di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (18/6). 

Sementara itu, GERD Merupakan kondisi ketika asam lambung naik ke kerongkongan dan menyebabkan iritasi. 

Gejala yang ditimbulkan antara lain rasa terbakar di dada (heartburn), rasa pahit atau asam di mulut, nyeri dada, Sampai sekarang sensasi mengganjal di tenggorokan.

GERD biasanya terjadi secara kronis dan dapat memburuk bila tidak ditangani dengan baik.

Imelda menyebut GERD terjadi akibat otot katup di bagian bawah kerongkongan atau lower esophageal sphincter (LES) melemah. Dalam kondisi normal, katup ini berfungsi mencegah isi lambung naik kembali ke kerongkongan.

Berencana tetapi, saat fungsinya melemah, asam lambung bisa dengan mudah mengalir ke atas dan menyebabkan iritasi.

“Kalau asam lambung naik lebih dari dua kali dalam seminggu, itu Pernah terjadi bisa dikategorikan sebagai GERD,” kata Ia.

Faktor risiko GERD cukup beragam, mulai dari obesitas, kehamilan, usia lanjut, Sampai sekarang kebiasaan tidur atau berbaring segera setelah makan.

Ditambah lagi dengan, konsumsi Medis-obatan tertentu, kondisi medis seperti gastroparesis, hernia hiatus, serta riwayat operasi di area perut Bahkan dapat Mengoptimalkan kemungkinan seseorang mengalami GERD.

Pola Hidup jadi biang kerok

Baik maag maupun GERD umumnya dipicu oleh Pola Hidup yang tidak sehat. Pola makan yang tidak teratur, konsumsi makanan tinggi lemak dan garam, serta kebiasaan merokok yang bisa semakin memperparah kondisi tersebut.

Kemudian faktor stres, penggunaan Medis pereda nyeri secara berlebihan, dan kondisi medis tertentu seperti penyakit autoimun, HIV/AIDS, Crohn, gangguan ginjal, Sampai sekarang penyakit liver Bahkan bisa memengaruhi kesehatan saluran cerna.

Untuk mencegah kekambuhan atau memperparah gejala, Imelda menyarankan Supaya bisa masyarakat mulai menerapkan pola makan yang teratur.

Ia Bahkan menekankan pentingnya pengelolaan stres, menghindari makanan pemicu seperti makanan pedas dan asam, serta tidak langsung berbaring setelah makan.

“Usahakan ada jeda sekitar 4-6 jam antara waktu makan. Kalau merasa lapar di antaranya, bisa konsumsi camilan sehat. Yang tak kalah penting, hindari kopi berlebihan dan atur stres dengan baik,” jelasnya.

Meski terkesan ringan, keluhan lambung yang berlangsung terus-menerus sebaiknya tidak diabaikan.

Bila gejala tidak membaik dalam beberapa hari, disertai muntah darah, penurunan berat badan yang signifikan, atau nyeri dada Fantastis, segera berkonsultasi dengan dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut.

“Penanganan yang tepat Berencana sangat bergantung pada diagnosis yang akurat. Makanya, mengenali perbedaan antara maag dan GERD menjadi langkah awal penting Supaya bisa tidak salah dalam mengambil tindakan medis,” kata Imelda.

(tis/els)