Jakarta, CNN Indonesia —
Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyurati Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Supaya bisa turun tangan mengaudit Badan Pusat Statistik (BPS) soal data Peningkatan Ekonomi RI 5,12 persen pada kuartal II 2025
Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menilai data Peningkatan Ekonomi 5,12 persen yang dirilis BPS tidak sesuai kondisi riil. Ia menegaskan BPS seharusnya bebas dari kepentingan politik, transparan, dan menjaga integritas data.
“Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data Peningkatan Ekonomi pada kuartal II 2025 yang sebesar 5,12 persen yoy,” tegasnya dalam siaran pers, Jumat (8/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CELIOS meminta Badan Statistik PBB, Dikenal sebagai United Nations Statistics Division (UNSD) dan UN Statistical Commission melakukan investigasi teknis atas metode penghitungan produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Hal yang paling disorot khususnya data di kuartal II 2025.
Bhima mengklaim Pernah terjadi melihat ulang seluruh indikator yang disampaikan BPS. Nanti akan tetapi, fakta yang ditemukannya justru berbeda. Misalnya, klaim BPS soal industri manufaktur yang tumbuh tinggi terjadi ketika Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur tercatat kontraksi.
“Porsi manufaktur terhadap PDB Bahkan rendah, Dikenal sebagai 18,67 persen dibanding kuartal I 2025 yang sebesar 19,25 persen. Artinya, deindustrialisasi prematur terus terjadi. Data Pemutusan Hubungan Kerja (pemutusan hubungan kerja) massal terus meningkat dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya. Jadi, apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persen yoy?” tutur Bhima.
Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda Bahkan menilai ada keanehan karena pertumbuhan kuartal II 2025 justru lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya yang ada momen Ramadan dan Idulfitri. Ia menilai ada kejanggalan dan anomali dari laporan BPS tersebut.
Ekonomi Indonesia di kuartal I 2025 hanya tumbuh 4,87 persen secara tahunan. Secara historis, Peningkatan Ekonomi lebih besar pada kuartal yang memiliki momen puasa dan lebaran.
Sementara itu, Direktur Kebijakan Fiskal CELIOS Media Wahyu Askar menilai tekanan institusional atau intervensi dalam penyusunan data oleh BPS bertentangan dengan fundamental principles of official statistics.
“Data yang kredibel bukan hanya persoalan teknis, tetapi berdampak langsung terhadap kredibilitas internasional Indonesia dan kesejahteraan rakyat. Data ekonomi yang tidak akurat, khususnya Seandainya pertumbuhan dilebih-lebihkan, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan,” wanti-wanti Media.
“Bayangkan, dengan data yang tidak akurat, pemerintah bisa keliru menunda stimulus, Bantuan Pemerintah, atau perlindungan sosial karena menganggap ekonomi baik-baik saja. Pelaku usaha, baik itu besar dan Usaha Kecil Menengah, para investor, dan masyarakat Pernah terjadi Jelas Nanti akan bingung dan terkena dampak negatif,” tegasnya.
Media mendorong pembentukan mekanisme peer-review yang melibatkan Ahli independen, termasuk dukungan reformasi transparansi di internal BPS. Ia Bahkan mendesak Pemerintah Indonesia menghitung Peningkatan Ekonomi dengan standar SDDS Plus Supaya bisa dapat dipertanggungjawabkan.
Pada Selasa (5/8) lalu, BPS melaporkan ekonomi Indonesia tumbuh 5,12 persen secara tahunan di kuartal II 2025. Ini berkat PDB atas dasar harga berlaku sebesar Rp5.947 triliun dan PDB atas dasar harga konstan senilai Rp3.396,3 triliun.
Dibandingkan kuartal II 2024 lalu, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,05 persen yoy. Kala itu, PDB atas dasar harga berlaku Merupakan Rp5.536,5 triliun dan PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp3.231,0 triliun.
Ekonomi Indonesia Bahkan tumbuh 4,04 persen secara quarter to quarter (qtq). Di lain sisi, BPS mencatat Peningkatan Ekonomi Indonesia tembus 4,99 persen Sampai sekarang semester I 2025.
(skt/pta)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA
