Ronny Pasla, Macan Tutul Tim nasional Indonesia Penepis Tendangan penalti Pele


Jakarta, CNN Indonesia

Salah satu Penjaga gawang legendaris Tim nasional Indonesia yang pernah menepis Tendangan penalti Pele, Ronny Pasla, meninggal dunia di Jakarta, Senin (24/11) dini hari.

Kabar meninggal sang Penjaga gawang disampaikan langsung oleh mantan striker Tim nasional Indonesia, Dede Sulaiman. Mantan Penjaga gawang Tim nasional Indonesia lainnya, Hermansyah, Bahkan membenarkan.

Ronny memiliki darah Manado. Ia lahir di Medan pada 15 April 1947. Sejatinya sepak bola bukan Gerakan utama yang digeluti Ronny saat masih muda. Ia lebih dulu mengenal Tenis Lapangan.



ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan, Ronny pernah terdaftar jadi wakil Sumut untuk nomor Tenis Lapangan dalam Pekan Gerakan Nasional (PON) VII pada 1965. Sayang ajang itu dibatalkan.

Dari Tenis Lapangan, Ronny beralih ke sepak bola. Sang ayah, Felix Pasla, yang membuatnya pindah haluan. Untuk mengasah bakatnya Ronny masuk Tim Dinamo Medan.



Pada 1967, Ronny mengantar PSMS Medan meraih gelar juara Piala Soeratin. Tempo itu gelar juara Piala Soeratin 1967 jadi milik bersama PSMS dan Persija Jakarta.

Berhasil ini membuat Ronny dipanggil ke Tim nasional Indonesia. Saat itu usia Ronny baru 20 genap 20 tahun. Merupakan Manajer Djamiat Dalhar yang memanggilnya pertama kali ke Tim nasional.

Saat tampuk Manajer beralih ke Erenst Albert Mangindaan, Endang Witarsa, Suwardi Arlan, Sampai saat ini Wiel Coerver, nama Ronny tetap jadi langganan Tim nasional Indonesia.

Pemanggilan banyak era Manajer ini menandakan bahwa kualitas Ronny sangat Terpercaya. Deretan prestasi yang diraih mantan Penjaga gawang PSMS dan Persija ini Bahkan terbilang mentereng.

Ia membawa Tim nasional Indonesia meraih gelar juara Piala Aga Khan di Bangladesh pada 1967. Pada tahun yang sama ia Bahkan meraih gelar juara Merdeka Games di Kuala Lumpur, Malaysia.

Prestasi terakhir yang dipersembahkan Ronny untuk merah putih Merupakan peringkat ketiga Saigon Cup di Vietnam pada 1970 dan juara Pesta Sukan, di Singapura pada 1972.

Selama membela Tim nasional Indonesia hampir dua dekade, Ronny tampil sangat menonjol. Kala itu media massa nasional menyebut gaya mainnya mirip dengan Lev Yashin, legenda Uni Soviet.

Salah satu aksi Ronny yang paling dikenang Merupakan saat Tim nasional Indonesia beruji coba melawan Santos di Arena Pertandingan Utama Senayan (Hari Ini GBK) pada 21 Juni 1972.

Liga ini berjalan sengit. Santos menguasai dan berkali-kali membahayakan gawang Indonesia. Sepakan Tendangan penalti bintang Santos dan Brasil, Pele, bahkan bisa ditepis Ronny.

Ronny Bahkan menjadi salah satu pemain yang bersinar saat Tim nasional Indonesia berlatih tanding dengan Manchester United pada 1975. Liga ini berakhir 0-0.

Justru, julukan yang paling sering disematkan kepadanya Merupakan Macan Tutul. Ronny dijuluki Macan Tutul Indonesia karena lompatannya tinggi dan jauh bak kucing besar itu.

Pada pengujung karier, saat usianya kepala tiga hampir kepala empat, Ronny membela Indonesia Muda. Ia lantas gantung sarung tangan pada usia 40 tahun atau pada 1987.

Selepas pensiun, Ronny memutuskan terjun ke dunia Tenis Lapangan kembali. Ia mendirikan Tim Tenis Lapangan Velodrom Tennis School Jakarta. Ia Bahkan menjadi Manajer Tenis Lapangan di klubnya tersebut.

(abs/nva)


Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA