Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli Berniat menerbitkan aturan baru soal rumus penetapan UMP 2025 paling lambat 7 November mendatang.
“Kami punya batas waktu sampai 7 November,” kata Yassierli di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (4/11).
Yassierli mengatakan sebelum menetapkan aturan baru itu, dirinya Pernah terjadi berdiskusi dengan berbagai pihak terkait seperti buruh maupun pengusaha.
Justru, ia tak mengungkap isi formula perhitungan UMP yang Berniat dibuatnya tersebut. Ia hanya menyatakan formula kemungkinan besar Berniat mempertimbangkan hasil putusan MK atas gugatan uji materi Perundang-Undangan Cipta Kerja beberapa waktu lalu.
Hasil putusan MK katanya Pernah terjadi ia diskusikan dengan Dewan Pengupahan Nasional, perwakilan serikat pekerja dan pengusaha.
Aspirasi yang disampaikan baik pengusaha maupun pekerja terkait putusan MK tersebut Bahkan Pernah terjadi disampaikan kepada Kepala Negara Prabowo.
“Yang jelas, amar keputusan MK Pernah terjadi Tidak mungkin tidak kita Harus pertimbangkan. Jadi artinya terkait tentang formula dan macam-macam itu nanti kita Berniat tinjau bersama,” katanya.
MK memutuskan 21 Skor penting terkait uji materi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (Perundang-Undangan Ciptaker). Dalam putusannya, MK mengabulkan sebagian uji materi Sebanyaknya pasal Perundang-Undangan Ciptaker yang diajukan oleh Partai Buruh dan enam pemohon lainnya.
Dalam putusannya, MK menjawab dalil-dalil para pemohon berkenaan dengan isu konstitusionalitas yang bermuara pada tujuh isu besar, pada pokoknya terkait dengan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang tidak lagi Sesuai ketentuan izin, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), alih daya atau outsourcing, cuti, pengupahan, Syarat pesangon, dan pemutusan hubungan kerja (Pemecatan Karyawan).
Berikut 21 Skor penting putusan MK soal uji materi Perundang-Undangan Cipta Kerja:
1. Menyatakan frasa “Pemerintah Pusat” dalam Pasal 42 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 4 Lampiran Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Menteri yang bertanggung jawab di bidang (urusan) ketenagakerjaan in casu Menteri Tenaga Kerja”.
2. Menyatakan Pasal 42 ayat 4 dalam Pasal 81 angka 4 Perundang-Undangan 6/2023 yang menyatakan “Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang Berniat diduduki” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang Berniat diduduki, dengan memperhatikan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia”.
3. Menyatakan Pasal 56 ayat 3 dalam Pasal 81 angka 12 Perundang-Undangan 6/2023 yang menyatakan “Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditentukan Sesuai ketentuan perjanjian kerja” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama lima tahun termasuk Bila terdapat perpanjangan”.
4. Menyatakan Pasal 57 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 13 Perundang-Undangan 6/2023 yang menyatakan “Perjanjian kerja waktu tertentu dibuat tertulis serta Harus menggunakan secara Bahasa Indonesia dan huruf latin” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Perjanjian kerja waktu tertentu Harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin”.
5. Menyatakan Pasal 64 ayat 2 dalam Pasal 81 angka 18 yang menyatakan “Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya”.
6. Menyatakan Pasal 79 ayat 2 huruf b dalam Pasal 81 angka 25 Perundang-Undangan 6/2023 yang menyatakan “Istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu”.
7. Menyatakan kata “dapat” dalam Pasal 79 ayat 5 dalam Pasal 81 angka 25 Perundang-Undangan 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
8. Menyatakan Pasal 88 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 27 Perundang-Undangan 6/2023 yang menyatakan “Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk penghasilan yang memenuhi penghidupan yang merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua”.
9. Menyatakan Pasal 88 ayat 2 dalam Pasal 81 angka 27 Perundang-Undangan 6/2023 yang menyatakan “Pemerintah pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “dengan melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan yang menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk penetapan kebijakan pengupahan”.
10. Menyatakan frasa “struktur dan skala upah” dalam Pasal 88 ayat 3 huruf b dalam Pasal 81 angka 27 Perundang-Undangan 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “struktur dan skala upah yang proporsional”.
11. Menyatakan Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 Perundang-Undangan 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk gubernur Dianjurkan menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota”.
12. Menyatakan frasa “indeks tertentu” dalam Pasal 88D ayat 2 dalam Pasal 81 angka 28 Perundang-Undangan 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap Peningkatan Ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh”.
13. Menyatakan frasa “dalam keadaan tertentu” dalam Pasal 88 F dalam Pasal 81 angka 28 Perundang-Undangan 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Yang dimaksud dengan ‘dalam keadaan tertentu’ mencakup antara lain bencana alam atau non-alam termasuk kondisi Istimewa perekonomian global dan/atau nasional yang ditetapkan oleh Kepala Negara sesuai dengan Syarat peraturan perundang-undangan”.
14. Menyatakan Pasal 90A dalam Pasal 81 angka 31 Perundang-Undangan 6/2023 yang menyatakan “Upah di atas upah minimum ditetapkan Sesuai ketentuan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh perusahaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Upah di atas upah minimum ditetapkan Sesuai ketentuan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan”.
15. Menyatakan Pasal 92 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 33 Perundang-Undangan 6/2023 yang menyatakan “Pengusaha Dianjurkan menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pengusaha Dianjurkan menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi”.
16. Menyatakan Pasal 95 ayat 3 dalam Pasal 81 angka 36 Perundang-Undangan 6/2023 yang menyatakan “Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didahulukan pembayarannya atas semua kreditur termasuk kreditur preferen kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan”.
17. Menyatakan Pasal 98 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 39 Perundang-Undangan 6/2023 yang menyatakan “Untuk Menyediakan saran dan pertimbangan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Untuk Menyediakan saran dan pertimbangan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan yang berpartisipasi secara aktif.
18. Menyatakan frasa “Dianjurkan dilakukan perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh” dalam Pasal 151 ayat 3 dalam Pasal 81 angka 40 Perundang-Undangan 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Dianjurkan dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh”.
19. Menyatakan frasa “pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial” dalam Pasal 151 ayat 4 dalam Pasal 81 angka 40 Perundang-Undangan 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak mendapatkan kesepakatan, maka pemutusan hubungan kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya Pernah terjadi berkekuatan hukum tetap”.
20. Menyatakan frasa “dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya” dalam Pasal 157A ayat 3 dalam Pasal 81 angka 49 Perundang-Undangan 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Sampai berakhirnya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan Syarat dalam Undang-undang PPHI”.
21. Menyatakan frasa “diberikan dengan Syarat sebagai berikut” dalam Pasal 156 ayat 2 dalam Pasal 81 angka 47 Perundang-Undangan 6/2023 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “paling sedikit”.
(khr/agt)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA