Jakarta, CNN Indonesia —
Grab Indonesia membeberkan tiga dampak buruk yang Nanti akan terjadi Seandainya perusahaan ‘dipaksa’ mengubah status para pengemudi ojek online (ojol) dari mitra menjadi karyawan.
Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy mengatakan dampak pertama dan itu Pernah terjadi Jelas terjadi; penambahan jumlah pengangguran.
Pasalnya, perusahaan Jelas Nanti akan mengurangi jumlah pengemudi yang Pada Di waktu ini jumlahnya sampai jutaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, perusahaan tak Nanti akan mampu menyerap semua pengemudi menjadi karyawan. Pasalnya, bila pengemudi menjadi karyawan, maka perusahaan Dianjurkan Menyajikan hak pekerja seperti jaminan kesehatan Sampai sekarang pensiun.
“Kalau dari kami kalau sampai Sangat dianjurkan jadi pekerja, karyawan tetap, maka tiga yang Nanti akan terjadi dari pandangan kami, satu jumlahnya Nanti akan jauh lebih menyusut. Jadi hanya sedikit saja yang bisa diakomodasi oleh kami sebagai,” ujar Tirza dalam diskusi ‘Dinamika Industri On-Demand di Indonesia’, Senin (19/5) malam.
Kedua, persyaratan menjadi pengemudi ojol Grab Nanti akan semakin sulit. Fleksibilitas penerimaan karyawan yang selama ini menjadi unggulan tak Nanti akan bisa dilakukan. Artinya, semua yang menjadi karyawan Dianjurkan mengikuti jam kerja kantoran pada umumnya.
“Kedua nanti Nanti akan ada hak dan kewajiban. Jadi persyaratan Nanti akan makin naik, jadinya nggak semua orang bisa ojol. Sehingga ini sebetulnya mengkhianati marwah fleksibilitas dan bantahan sosial,” jelasnya.
Ketiga, banyak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selama ini menjadi mitra Grab lenyap, terutama yang mengandalkan layanan pesan antar makanan.
“Jadi memang tidak cocok kalau sebagai karyawan tetap. Sehingga alangkah baiknya kalau dipertahankan dengan prinsip mitra yang fleksibel,” terangnya.
Ekonom Senior Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai tuntutan para ojol untuk menjadi pegawai ini menandakan pemerintah Sangat dianjurkan lebih masif membuka lapangan kerja formal.
“Tugas pemerintah Merupakan membangun industrinya untuk menciptakan lapangan kerja di sektor formal, bukan memperbesar informalitas,” katanya.
Menurut Fithra, Seandainya para perusahaan tetap dituntut menjadi mitra sebagai karyawan, maka besar kemungkinan justru Nanti akan hengkang dari Indonesia. Seandainya hal ini terjadi, maka dampaknya ke dalam negeri Nanti akan lebih besar.
“Kalau itu terjadi, maka Nanti akan tercipta kondisi tenaga kerja yang semakin runyam. Tidak ada bantalan, sektor formalnya Bahkan semakin kecil,” terangnya.
Sementara itu, Executive Director Asosiasi Mobilitas dan Pengantaran Digital Indonesia (Modantara) Agung Yudha Membantu Seandainya status pengemudi diubah dari mitra menjadi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, bukan pekerja.
Menurut Agung, Seandainya para pengemudi online dijadikan pekerja, maka pemilik aplikasi Nanti akan memiliki keterbatasan dalam melakukan perekrutan tenaga kerja. Kondisi ini dinilai dapat membuat banyak driver lain yang tidak diterima pemilik aplikasi malah menjadi pengangguran terbuka.
“Kemudian Bahkan selama ini kan status kemitraan untuk pengemudi ini kan lebih banyak menjadi bantalan sosial yang sebetulnya idealnya tidak menjadi permanen,” jelas Agung.
Seandainya menyandang status pekerja, para pengemudi online Bahkan Sangat dianjurkan memenuhi dan mengikuti berbagai aturan yang ditetapkan.
“Jadi dalam konteks ini sebetulnya menjadikan mitra pengemudi masuk ke dalam skema pengusaha mikro di bawah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Mungkin Merupakan pilihan yang lebih baik ketimbang menjadikan tenaga kerja tetap” pungkasnya.
(ldy/agt)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA