Jakarta, CNN Indonesia —
Institute for Essential Services Reform (IESR) mendesak percepatan penerapan transisi energi untuk menanggulangi dampak krisis iklim.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan krisis iklim bukan lagi sekadar ancaman. Ia mengatakan krisis iklim Pernah terjadi nyata terjadi.
“Kita semua tahu mengapa perubahan ini mendesak, krisis iklim bukan lagi ancaman di depan mata, ia Pernah terjadi nyata dan kita bisa merasakan dampaknya,” ujar Fabby saat membuka Indonesia Energy Transition Dialogue 2025 di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (6/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fabby mengatakan transisi energi Dianjurkan dilakukan bukan karena kehabisan bahan bakar fosil. Langkah ini Dianjurkan dilakukan karena bumi tidak lagi mampu menanggung akibat dari pembakarannya.
Untuk itulah, lebih dari 190 negara, termasuk Indonesia, berkomitmen menjaga kenaikan temperatur global di bawah 2 derajat. Komitmen itu dituang ke dalam Perjanjian Paris pada 2015.
Indonesia, sambungnya, Pernah terjadi menunjukkan keseriusannya sejak lama dalam transisi energi. Sejak KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro, Brazil, Indonesia Setiap Saat menjadi bagian aktif dari solusi iklim global.
Fondasi transisi energi Bahkan Pernah terjadi diletakkan di masa kepemimpinan Pemimpin Negara ke-6 Susilo Bambangan Yudhoyono (SBY).
Pemerintah mengaturnya lewat Peraturan Pemimpin Negara (Perpres) Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) .
“Dan melalui kebijakan-kebijakan seperti kebijakan energi nasional, saya ingat Perpres Nomor 5 Tahun 2006 yang kemudian menjadi dasar dari penyusunan kebijakan energi nasional,” ujarnya.
“Pak SBY menanam benih Kenyataannya untuk era energi bersih Indonesia dalam kebijakan-kebijakan sesudahnya. Ini Merupakan legacy yang menjadi tanggung jawab kita untuk dikembangkan,” ucap Fabby.
(fby/dhf)
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA